Kamis, 18 Mei 2017

Harta yang Diwakafkan

Harta yang Diwakafkan
Wakaf meskipun tergolong pemberian sunah, namun tidak bisa dikatakan sebagai sedekah biasa. Sebab harta yang diserahkan haruslah harta yang tidak habis dipakai, tapi bermanfaat secara terus menerus dan tidak boleh pula dimiliki secara perseorangan sebagai hak milik penuh. Oleh karena itu, harta yang diwakafkan harus berwujud barang yang tahan lama dan bermanfaat untuk orang banyak, misalnya:
a. sebidang tanah
b. pepohonan untuk diambil manfaat atau hasilnya
c. bangunan masjid, madrasah, atau jembatan
Dalam Islam, pemberian semacam ini termasuk sedekah jariyah atau amal jariyah, yaitu sedekah yang pahalanya akan terus menerus mengalir kepada orang yang bersedekah. Bahkan setelah meninggal sekalipun, selama harta yang diwakafkan itu tetap bermanfaat. Hadits nabi SAW:
اِذَا مَاتَ ابْنَ ادَمَ اِنْقَطَعَ عَمَلُهُ اِلاَّ مِنْ ثَلاَثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ اَوْ عِلْمٍ يَنْتَفَعُ بِهِ اَوْ وَلَدِ صَالِحٍ يَدْعُوْلَهُ (رواه مسلم)
Artinya: “Apabila anak Adam meninggal dunia maka terputuslah semua amalnya, kecuali tiga (macam), yaitu sedekah jariyah (yang mengalir terus), ilmu yang dimanfaatkan, atu anak shaleh yang mendoakannya.” (HR Muslim)
Berkembangnya agama Islam seperti yang kita lihatsekarang ini diantaranya adalah karena hasil wakaf dari kaum muslimin. Bangunan-bangunan masjid, mushala (surau), madrasah, pondok pesantren, panti asuhan dan sebaginya hampir semuanya berdiri diatas tanah wakaf. Bahkan banyak pula lembaga-lembaga pendidikan Islam, majelis taklim, madrasah, dan pondok-pondok pesantren yang kegiatan operasionalnya dibiayai dari hasil tanah wakaf.
Karena itulah, maka Islam sangat menganjurkan bagi orang-orang yang kaya agar mau mewariskan sebagian harta atau tanahnya guna kepentingan Islam. Hal ini dilakukan atas persetujuan bersama serta atas pertimbangan kemaslahatan umat dan dana yang lebih bermanfaat bagi perkembangan umat.

Rukun Wakaf

Rukun Wakaf
1) Orang yang berwakaf (wakif), syaratnya;
a. kehendak sendiri
b. berhak berbuat baik walaupun non Islam
2) sesuatu (harta) yang diwakafkan (mauquf), syartanya;
a. barang yang dimilki dapat dipindahkan dan tetap zaknya, berfaedah saat diberikan maupun dikemudian hari
b. milki sendiri walaupun hanya sebagian yang diwakafkan atau musya (bercampur dan tidak dapat dipindahkan dengan bagian yang lain
3) Tempat berwakaf (yang berhaka menerima hasil wakaf itu), yakni orang yang memilki sesuatu, anak dalam kandungan tidak syah.
4) Akad, misalnya: “Saya wakafkan ini kepada masjid, sekolah orang yang tidak mampu dan sebagainya” tidak perlu qabul (jawab) kecuali yang bersifat pribadi (bukan bersifat umum)

Fungsi Wakaf

Fungsi Wakaf

Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

Tujuan Wakaf

Tujuan Wakaf

Ada beberapa tujuan wakaf yang bermanfaat untuk kaum muslim dan agama Islam yaitu.
1. Memperbanyak harta untuk kemaslahatan umum dan khusus sehingga menjadikan pebuatan manusia tidak terpotong pahalanya hingga kematian datang.
2. Pemberian wakaf itu merupakan sumber dari bersihnya hati yang tidak dicampuri oleh keraguan-keraguan, karena hal itu merupakan bukti danya kebaikan dan kedemawanan seseorang dengan rasa tulus dan ikhlas.
3. Memperluas semua jalan yang bersumber pada kecintaan orang yang memberikan harta.

Macam-Macam Wakaf

Macam-Macam Wakaf

Adapun beberapa macam wakaf yang perlu kalian ketahui, sebagai berikut.
1. Wakaf ahli
Untuk jenis yang pertama, adalah wakaf yang diperuntukkan bagi kepentingan dan jaminan sosial dalam lingkungan keluarga atau kerabat sendiri.
2. Wakaf khairi
Sedangkan untuk wakaf jenis kedua adalah yang bertujuan untuk kepentingan umum dan penggunaannya benar-benar untuk beribadah pada Allah.

Syarat Wakaf

Syarat Wakaf


Sebelum berlanjut ke syarat wakaf, ada beberapa rukun wakaf yang harus Anda penuhi sebelum memberikan wakaf, berikut ulasannya.
1. Orang yang berwakaf
Adapun orang yang mau mewakfkan hartanya harus memiliki beberapa syarat sebagai berikut ini :
  • Memiliki kuasa penuh atas harta yang akan diwakafkan.
    Berakal sehat
    Baligh
    Mampu bertindak secara hukum
2. Benda yang diwakafkan
Dan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh benda yang akan diwakafkan.
  • Barang yang diwakafkan adalah barang berharga.
  • Pasti diketahui kadarnya
  • Harta yag diwakafkan memiliki pemilik.
  • Harta itu harus harta sendiri yang tidak memakan harta milik orang lain.
3. Orang yang menerima wakaf
Ada beberapa kriteria atau syarat untuk orang yang akan menerima wakaf diantaranya adalah muslim, orang yang berhak menerima wakaf, orang bodoh atau budak, dan untuk kepentingan agama Islam.
4. Ikrar wakaf
Sedangkan untuk ikrar wakaf harus diucapkan oleh orang yang ingin mewakafkan hartanya dengan mengucapkan ikrar wakaf secara tegas, mengerti maksudya dan bisa didengar oleh saksi.
5. Saksi
Dan saksi dalam wakaf pun memiliki syarat seperti sehat, muslim, berakal, baligh dan mengerti mengenai hukum wakaf.

Pengertian Wakaf

Pengertian Wakaf

Secara etimologi, wakaf berasal dari perkataan Arab “waqf” yang berarti pada dasarnya berarti menahan, berhenti, atau diam. Sebagai satu istilah dalam syariah Islam, wakaf dapat diartkan sebagai penahanan hak milik atas materi benda untuk tujuan menyedekahkan manfaat. Jadi dapat disimpulkan bahwa wakaf bertujuan untuk memberikan manfaat atau harta yang diwakafkan kepada orang yang berhak dan dipergunakan sesuai dengan ajaran agama Islam.


Rabu, 17 Mei 2017

Sunnah-sunnah di dalam Shalat

Sunah-Sunah Dalam Shalat
Sunah-sunah dalam shalat terdiri atas dua bagian:
1- Sunah Ab’adh
Sunah Ab’adh adalah amalan amalan dalam sholat yang sangat dituntut, jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak, disunatkan sujud sahwi
  1. Membaca tasyahud awal (kesatu) serta
  2. Duduk di saat tasyahud awal
  3. Membaca shalawat atas Nabi saw pada tasyahud awal
  4. Membaca shalawat atas keluarganya pada tasyahhud awal
  5. Membaca do’a qunut yaitu membacanya sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku pada raka’at kedua di shalat subuh
  6. Membaca shalawat atas Rasulallah saw dan keluarganya sebagai penutup do’a qunut pada shalat subuh.
2- Sunah Haiat
Sunah Haiat adalah amalan amalan sunat dalam sholat , jika ditinggalkan dengan sengaja atau tidak , tidak disunatkan sujud sahwi. Sunah haiat ini sangat dianjurkan untuk dikerjakan agar menambah banyak pahala. Sunah-sunah tersebut di antaranya:
1. Mengangkat kedua tangan sejajar dengan bahu ketika bertakbiratul ihram, ketika akan ruku, ketika bangkit dari ruku, ketika berdiri setelah tasyahud awal.
عَنْ ابْنِ عُمَر رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ، وَإِذَا كَبَّرَ لِلرُّكُوعِ ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ رَفَعَهُمَا كَذَلِكَ (رواه الشيخان)
Sesuai dengan hadits dari Ibnu Umar ra, “Bahwasanya Nabi saw apabila beliau melaksanakan shalat, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, kemudian membaca takbir. Apabila beliau ingin ruku, beliau pun mengangkat kedua tangannya seperti itu, dan begitu pula kalau beliau bangkit dari ruku” (HR Bukhari Muslim).
عَنْ عَلِيّ بن ابي طالب رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ النَبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ أَنَّهُ كَانَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ الْمَكْتُوبَةِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ ، وَيَصْنَعُ مِثْلَ ذَلِكَ إِذَا قَضَى قِرَاءَتَهُ إِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ ، وَيَصْنَعُهُ إِذَا فَرَغَ وَرَفَعَ مِنَ الرُّكُوعِ ، وَلا يَرْفَعُ يَدَيْهِ فِي شَيْءٍ مِنْ صَلاتِهِ وَهُوَ قَاعِدٌ ، وَإِذَا قَامَ مِنَ السَّجْدَتَيْنِ رَفَعَ يَدَيْهِ كَذَلِكَ كَبَّرَ (البخاري و أبو داودو الترمذي)
Begitu pula Hadits Ali bin Abi Thalib ra “Bahwasanya Rasulallah saw apabila hendak melakukan shalat lima waktu, beliau memulai dengan takbir, beliau mengangkat kedua tangannya sampai sejajar dengan kedua bahu beliau, dan beliau melakukan seperti itu jika selesai dari bacaanya dan ingin ruku, dan beliau melakukan seperti itu kalau beliau bangkit dari ruku, dan beliau tidak mengangkat kedua tanganya dalam shalatnya ketika duduk, dan begitu pula jika beliau bangkit dari kedua sujud beliau mengangkat kedua tangannya dan takbir” (HR Bukhari, Abu Dawud, At-Tirmidzi)
2. Meletakkan tangan kanan di atas tangan kiri di bawah dada dan di atas pusar. Hal ini berdasarkan hadist:
عَنْ وَائِل بِنْ حِجْر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : صَلَّيْت مَعَ رَسُول اللَّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَوَضَعَ يَده الْيُمْنَى عَلَى الْيُسْرَى عَلَى صَدْرِهِ (ابن حزيمة في صحيحه)
Dari Wail bin Hijr ra, “Saya pernah salat bersama Nabi saw, kemudian beliau meletakkan tangan kanannya di atas tangan kiri di atas dadanya” (HR Ibnu Huzaimah dalam shahih-nya)
3. Membaca do’a iftitah dilakukan sebelum membaca ta’awwudh (‘Audzubillahi minas syaitonir rajim), yaitu:
اَللهُ أَكْبَرُ كَبِيْرًا، وَالْحَمْدُ لِلَّهِ كَثِيْرًا ، وَسُبْحَانَ اللهِ بُكْرَةً وَأَصِيْلاً إني وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِيْ فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرْضَ حَنِيْفًا مُسْلِمًا وَمَا أَنَا مِنَ الْمُشْرِكِيْنَ، إِنَّ صَلاَتِيْ، وَنُسُكِيْ، وَمَحْيَايَ، وَمَمَاتِيْ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ
Artinya: Allah Maha Besar dan segala puji bagi Allah dengan banyaknya. Maha suci Allah sepanjang pagi dan petang. Aku hadapkan wajahku bagi Tuhan yang mencipta langit dan bumi, dengan suasana lurus dan berserah diri dan aku bukan dari golongan orang musyrik. Sesungguhnya solatku, ibadatku, hidupku, matiku adalah untuk Allah Tuhan sekelian alam. Tidak ada sekutu bagiNya dan kepadaku diperintahkan untuk tidak menyekutukan bagiNya dan aku dari golongan orang Islam.
Sesuai dengan hadits dari Ali bin Abi Thalib ra, ia berkata: “Rasulullah saw apabila shalat, beliau membaca (do’a iftitah) sebagai berikut:
وَجَّهْتُ وَجْهِيَ لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ لَا شَرِيكَ لَهُ وَبِذَلِكَ أُمِرْتُ وَأَنَا مِنْ الْمُسْلِمِينَ اللَّهُمَّ أَنْتَ الْمَلِكُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنْتَ أَنْتَ رَبِّي وَأَنَا عَبْدُكَ ظَلَمْتُ نَفْسِي وَاعْتَرَفْتُ بِذَنْبِي فَاغْفِرْ لِي ذُنُوبِي جَمِيعًا إِنَّهُ لَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ وَاهْدِنِي لِأَحْسَنِ الْأَخْلَاقِ لَا يَهْدِي لِأَحْسَنِهَا إِلَّا أَنْتَ وَاصْرِفْ عَنِّي سَيِّئَهَا لَا يَصْرِفُ عَنِّي سَيِّئَهَا إِلَّا أَنْتَ لَبَّيْكَ وَسَعْدَيْكَ وَالْخَيْرُ كُلُّهُ فِي يَدَيْكَ وَالشَّرُّ لَيْسَ إِلَيْكَ أَنَا بِكَ وَإِلَيْكَ تَبَارَكْتَ وَتَعَالَيْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ
Aku hadapkan wajahku kepada Allah, Maha pencipta langit dan bumi dengan keadaan ikhlas dan tidak mempersekutukanNya. Sesungguhnya shalatku, segala ibadahku, hidupku dan matiku, hanya semata-mata untuk Allah Tuhan semesta alam. Tidak ada sekutu bagiNya, dan karena itu aku patuh kepada perintahNya, dan berserah diri kepadaNya. Ya Allah, Engkaulah Maha Penguasa. Tidak ada Ilah yang berhak disembah selain Engkau. Engkaulah Tuhanku dan aku adalah hambaMu. Aku telah menzhalimi diriku dan aku mengakui dosa-dosaku. Karena itu ampunilah dosa-dosaku semuanya. Sesungguhnya tidak ada yang berwenang untuk mengampuni segala dosa melainkan Engkau. Dan tunjukilah kepadaku akhlak yang paling bagus. Sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkannya melainkan hanya Engkau. Dan jauhkanlah akhlak yang buruk dariku, karena sesungguhnya tidak ada yang sanggup menjauhkannya melainkan hanya Engkau. Labbaik wa sa’daik (Aku patuhi segala perintahMu, dan aku tolong agamaMu). Segala kebaikan berada di tanganMu. Sedangkan kejahatan tidak datang daripadaMu. Aku berpegang teguh denganMu dan kepadaMu. Maha Suci Engkau dan Maha Tinggi. Kumohon ampun dariMu dan aku bertobat kepadaMu).” (HR. Muslim)
4. Membaca ta’awwudh (A’udzubillaahi minasy syaithoonirojiim) sebelum membaca surat al-Fatihah dengan perlahan-lahan.
Firman Allah,
فَإِذَا قَرَأْتَ الْقُرْآنَ فَاسْتَعِذْ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ – النحل ﴿٩٨﴾
Artinya: “Maka apabila kamu membaca Al-quran, maka hendaklah kamu memohon perlindungan kepada Allah dari setan yang terkutuk.” (Qs An-Nahl ayat: 98)
5. Membaca amin (aamiin) setelah membaca surat al-Fatihah. Hal ini disunahkan kepada setiap orang yang shalat, baik sebagai imam maupun makmum jika mendengar bacaan imamnya atau shalat sendirian.
عَنْ أَبِي هرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ : إِذَا أَمَّنَ الإِمَامُ فأمِّنوا؛ فَإِنَّهُ مَنْ وَافَقَ تَأْمِيْنُهُ تَأْمِيْنَ المَلاَئِكَةِ غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ (رواه الشيخان)
Sabda Rasulullah saw dari Abu Hurairah ra, “Apabila imam membaca amin, malaikat pun membaca amin maka ucapkanlah pula amin olehmu. Maka sesungguhnya barangsiapa yang bacaan aminnya berbarengan dengan aminnya malaikat, maka akan diampuni segala dosa-dosanya yang terdahulu.” (HR Bukhari dan Muslim)
6. Membaca sesuatu dari ayat al-Qur’an setelah membaca surat al-Fatihah pada shalat Subuh atau shalat-shalat lainya. Hal ini berdasarkan hadits Rasulullah saw
عَنْ جَابِرِ بْنِ سَمُرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الظُّهْرِ : وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَى ، وَفِي الْعَصْرِ نَحْوَ ذَلِكَ ، وَفِي الصُّبْحِ بِأَطْوَلَ مِنْ ذَلِكَ (رواه الشيخان)
Dari Jabir bin Samrah ra, “Rasulullah saw ketika shalat Duhur membaca surat “Wallaili idza yaghsya”, dan pada shalat Ashar sama seperti itu panjangnya, dan pada shalat subuh membaca surat lebih panjang dari itu” (HR Bukhari Muslim).
عن جُبَيْر بْن مُطْعِم عَنْ أَبِيهِ سَمِعْت النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأ فِي الْمَغْرِب بِالطُّورِ (البخاري)
Dari Jubair bin Muth’im ra, ia berfkata: “saya mendengar Nabi saw membaca surat At-Thur pada shalat maghrib”. (HR. Bukhari)
عَنِ الْبَرَاءِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : سَمِعْتُ النَّبِيَّ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الْعِشَاءِ ‏{‏ وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ ‏}‏ فَمَا سَمِعْتُ أَحَدًا أَحْسَنَ صَوْتًا أَوْ قِرَاءَةً مِنْهُ (رواه الشيخان)
Dari Al-Barra’ ra, ia berkata: “saya mendengar Rasulallah saw membaca surat (Wat thini wazaitun) pada shalat isya’. Saya tidak pernah mendengar seseorang lebih bagus dari suara Rasulallah saw dalam bacaanya” (HR Bukhari Muslim)
7. Memperpanjang raka’at pertama dari raka’at yang kedua.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقْرَأُ فِي الرَّكْعَتَيْنِ الأُولَيَيْنِ مِنْ صَلاةِ الظُّهْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ ، يُطَوِّلُ فِي الأُولَى ، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ ، وَيُسْمِعُ الآيَةَ أَحْيَانًا ، وَكَانَ يَقْرَأُ فِي الْعَصْرِ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ وَسُورَتَيْنِ ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الأُولَى ، وَكَانَ يُطَوِّلُ فِي الرَّكْعَةِ الأُولَى مِنْ صَلاةِ الصُّبْحِ ، وَيُقَصِّرُ فِي الثَّانِيَةِ (رواه البخاري)
Sesuai dengan hadits dari Abu Qatadah ra, ia berkata: Nabi saw pernah membaca dalam dua rakaat pertama pada shalat dzuhur surat al-Fatihah dan dua surat. Beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama dan membaca surat yang pendek pada raka’at kedua, dan kadang-kadang memperdengarkan kepada kami dalam membaca ayat. Dan beliau membaca pada shalat ashar surat Fatihah dan dua surat, beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama dan surat yang pendek pada raka’at kedua, begitu pula beliau membaca surat yang panjang pada raka’at pertama pada shalat subuh dan membaca surat pendek pada raka’at yang kedua” (HR. Bukhari)
8. Mengeraskan bacaan Al-Fatihah dan surat pada waktu shalat jahriah (yang dikeraskan bacaannya). Yaitu mengeraskan suara pada kedua raka’at shalat subuh, dan dua rakaat yang pertama pada shalat Magrib dan Isya, dan kedua raka’at shalat Jumat.. Hal ini disunahkan bagi imam dan bagi yang shalat sendiri.
9. Merendahkan suara pada shalat yang dipelankan bacaannya (sirriah), yaitu pada shalat dzuhur, ashar, dan di raka’at ketiga pada shalat maghrib, dan di raka’at ketiga dan keempat pada shalat isya. (mengikuti perbuatan salaf)
10. Merenggangkan kedua tangan dari lambung saat sujud dan ruku.
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ وَهُوَ فِي عَشَرَةٍ مِنْ أَصْحَابِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمْ أَبُو قَتَادَةَ : أَنَا أَعْلَمُكُمْ بِصَلَاةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالُوا : فَاعْرِضْ، فَقَالَ: كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا قَامَ إلَى الصَّلَاةِ اعْتَدَلَ قَائِمًا وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَرْكَعَ رَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ وَرَكَعَ، ثُمَّ اعْتَدَلَ فَلَمْ يُصَوِّبْ رَأْسَهُ وَلَمْ يُقْنِعْ، وَوَضَعَ يَدَيْهِ عَلَى رُكْبَتَيْهِ، ثُمَّ قَالَ سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، وَرَفَعَ يَدَيْهِ وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ مُعْتَدِلًا، ثُمَّ هَوَى إلَى الْأَرْض سَاجِدًا، ثُمَّ قَالَ: اللَّهُ أَكْبَرُ، ثُمَّ ثَنَى رِجْلَهُ وَقَعَدَ عَلَيْهَا، وَاعْتَدَلَ حَتَّى يَرْجِعَ كُلُّ عَظْمٍ فِي مَوْضِعِهِ، ثُمَّ نَهَضَ، ثُمَّ صَنَعَ فِي الرَّكْعَةِ الثَّانِيَةِ مِثْلَ ذَلِكَ، حَتَّى إذَا قَامَ مِنْ السَّجْدَتَيْنِ كَبَّرَ وَرَفَعَ يَدَيْهِ حَتَّى يُحَاذِيَ بِهِمَا مَنْكِبَيْهِ كَمَا صَنَعَ حِينَ افْتَتَحَ الصَّلَاةَ، ثُمَّ صَنَعَ كَذَلِكَ حَتَّى إذَا كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا صَلَاتُهُ، أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ، قَالُوا: صَدَقْت، هَكَذَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح أبو داود و الترمذي و أخرجه البخاري مختصر)
Sesuai dengan hadits Abu Humaid As Sa’idi berkata: Aku di tengah-tengah sepuluh sahabat Rasulullah saw, salah satunya adalah Abu Qatadah. Aku lebih mengetahui tentang shalat Rasulullah saw.”Mereka berkata; “Jika demikian, jelaskanlah” Abu Humaid berkata; “Apabila Rasulullah saw hendak memulai shalatnya, beliau mengangkat kedua tangan hingga sejajar dengan kedua bahunya, kemudian beliau bertakbir sehingga semua tulang beliau kembali pada tempat semula dengan lurus, lalu beliau membaca (bacaan shalat) kemudian beliau bertakbir sambil mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu, lalu ruku dengan meletakkan kedua telapak tangan di atas kedua lutut, kemudian meluruskan (punggung dan kepala) tidak menundukkan kepala dan juga tidak mengangkatnya (menongak-kannya).  Setelah itu beliau mengangkat kepala sambil mengucapkan: “Sami’allahu liman hamidah.”Kemudian beliau mengangkat kedua tangan sehingga sejajar dengan kedua bahu sampai lurus, lalu mengucapkan: “Allahu akbar.” Setelah itu beliau turun ke lantai, lalu merenggangkan kedua tangannya dari lambungnya, kemudian beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya dan mendudukinya, dengan membuka kedua jari-jari kakinya apabila bersujud, kemudian mengucapkan: “Allahu akbar.” Setelah itu, beliau mengangkat kepala dan melipat kaki kirinya serta mendudukinya, sehingga tulang beliau kembali ke posisinya, kemudian beliau mengerjakan seperti itu di raka’at yang lain. Apabila beliau berdiri setelah dua rakaat, beliau bertakbir dan mengangkat kedua tangan sampai sejajar dengan kedua bahu, sebagaimana beliau bertakbir ketika memulai shalat, beliau melakukan cara seperti itu pada shalat-shalat yang lain, dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan).” Setelah itu sepuluh sahabat tersebut berkata; “Benar kamu, demikianlah Rasulullah saw melaksanakan shalat (HR.Shahih Abu Dawud, at-Tirmdzi, dan Bukhari)
11. Bertasbih pada waktu ruku dan sujud. Yaitu membaca “Subhana Rabbiyal ‘adzim” waktu ruku dan membaca: ” Subhana rabbiyal ‘ala”.waktu sujud.
عَنْ حُذَيْفَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ :صَلَّيْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً فَافْتَتَحَ الْبَقَرَةَ، فَقُلْتُ : يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَةِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يَرْكَعُ عِنْدَ الْمِائَتَيْنِ، فَمَضَى، فَقُلْتُ: يُصَلِّي بِهَا فِي رَكْعَةٍ، فَمَضَى، ثُمَّ افْتَتَحَ النِّسَاءَ فَقَرَأَهَا، ثُمَّ افْتَتَحَ آلَ عِمْرَانَ فَقَرَأَهَا بِقِرَاءَةٍ مُتَرَسِّلا، إِذَا مَرَّ بِآيَةٍ فِيهَا تَسْبِيحٌ سَبَّحَ، وَإِذَا مَرَّ بِسُؤَالٍ سَأَلَ، وَإِذَا مَرَّ بِتَعَوُّذٍ تَعَوَّذَ، ثُمَّ رَكَعَ فَجَعَلَ يَقُوْلُ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيْمِ فَكَانَ رُكُوْعُهُ نَحْوًا مِنْ قِيَامِهِ ثُمَّ قَالَ: (سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ) ثُمَّ قَامَ قِيَاماً قَرِيْباً مِمَّا رَكَعَ، ثُمَّ سَجَدَ فَقَالَ: (سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى) فَكَانَ سُجُوْدُهُ قَرِيْباً مِنْ قِيَامِهِ (رواه مسلم)
Dari Khudzaifah ra., ia berkata, “Pada suatu malam, aku pernah shalat bersama Nabi saw.. Beliau membuka (membaca) surat al-Baqarah. Aku berkata: Beliau akan ruku ketika selesai ayat 100. Tetapi (ayat 100 pun) lewat. Lalu aku berkata lagi: Beliau akan ruku ketika selesai ayat 200’. Tetapi (ayat 200 pun) lewat. Aku berkata kembali: Beliau akan shalat dengan membaca al-Baqarah dalam satu rakaat’. Tetapi al-Baqarah pun lewat. Kemudian Beliau melanjutkan dengan membaca surat an-Nisa. Lalu membaca surat Ali Imran dengan bacaan yang perlahan. Ketika lewat pada suatu ayat yang di dalamnya ada tasbih, Beliau bertasbih. Ketika lewat lewat pada suatu ayat yang ada doa, Beliau berdoa. Dan, ketika lewat pada suatu ayat yang ada ta’awudz (minta perlindungan), Beliau ber-ta’awudz.
Kemudian Beliau ruku dan membaca “Subhana rabbiyal ‘azhim” (Maha Suci Allah yang Maha Agung). Keadaan rukunya seperti berdirinya (lama). Kemudian ia membaca “Sami’allahu liman hamidah, rabbana wa lakal hamdu” (Semoga Allah mendengar orang yang memuji-Nya, ya Allah hanya milik-Mu pujian itu). Kemudian Beliau berdiri dari ruku mendekati lamanya Beliau ruku. Kemudian Beliau sujud dan membaca “Subhana rabbiyal a’la” (Maha Suci Allah yang Maha Tinggi). Keadaan sujudnya mendekati lamanya berdiri”. (H.R. Muslim).
12.Membaca “sami’allahu liman hamidah” sewaktu bangkit dari ruku’. Sesuai dengan hadist:
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ: كَانَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ قَالَ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ، وَمِلْءُ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ، أَهْلَ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ، أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ، وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ: اللهُمَّ لَا مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ (رواه مسلم)
Dari Abu Sa’id al-Khudhri, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw jika bangkit dari rukunya membaca: “Pujian sepenuh langit, pujian sepenuh bumi, pujian sepenuh antara keduanya dan pujian sepenuh apa saja yang Engkau kehendakinya setelah itu. Pemilik segala sanjungan dan pujian, sepantasnya apa yang dikatakan seorang hamba dan kita semua hamba bagiMu. Ya Allah tidak ada Dzat yang mampu menghalangi terhadap orang yang Engkau berikan se­suatu kepadanya. Dan tidak ada Dzat yang mampu mem­berikan sesuatu kepada orang yang Engkau halangi. Dan tiada berguna orang yang mempunyai keberuntungan di hadapan keberuntungan dari pada-Mu”. (HR Muslim)
13. Membaca do’a Qunut sewaktu bangkit (berdiri) dari ruku’ pada raka’at kedua shalat subuh dan membaca shalawat atas Rasulallah saw dan keluarganya sebagai penutup do’a. Perbuatan ini merupakan sunah ab’adh yang jika ditinggalkan harus diganti dengan sujud sahwi. Disunahkan pada saat berdo’a mengangkat kedua tangan.
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَّبِي صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا يَدْعُو عَلَى قَاتِلِي أَصْحَابِهِ بِبِئْرِ مَعُونَةَ ثُمَّ تَرَكَ فَأَمَّا الصُّبْحُ فَلَمْ يَزَلْ يَقْنُتُ حَتَّى فَارَقَ الدُّنْيَا (الحاكم و البيهقي و الدارالقطني بإسانيد صحيحة)
Dari Anas bin malik ra, ia berkata : Sesungguhnya Rasulullah saw qunut selama  satu bulan mendo’akan atas orang orang yang membunuh sahabatnya di Sumur Maunah kemudian ditinggalkannya, kecuali di shalat subuh,  beliau tidak pernah meninggalkan qunut subuh sampai beliau wafat (HR Al-Hakim, Al-Baihaqi, Ad-Darquthni, dengan sanad-sanad shahih)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ شَهْرًا بَعْدَ الرُّكُوعِ حِينَ قُتِلَ الْقُرَّاءُ ، فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ حَزِنَ حُزْنًا قَطُّ أَشَدَّ مِنْهُ .. وَزَادَ : أَرْسَلَ إِلَيْهِمْ يَدْعُوهُمْ إِلَى الإِسْلاَمِ فَقَتَلُوْهُمْ (رواه البخاري)
Dari Anas ra bahwa Nabi mengutus utusan khusus (untuk berdakwah) yang disebut alqurra’ lalu mereka dibunuh, maka aku tidak melihat Rasulullah sangat sedih sebagaimana sedihnya beliau terhadap sahabat itu, maka beliau berqunut selama satu bulan setelah ruku’ (HR Bukhari)
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلَّمَا صَلَّى الْغَدَاةَ رَفَعَ يَدَيْهِ يَدْعُو عَلَيْهِمْ ، يَعْنِى عَلَى الَّذِينَ قَتَلُوهُمْ (صحيح البيهقي)
Dari Anas ra, ia berkata: “Saya melihat Rasulallah saw setiap shalat subuh mengangkat kedua tanganya memohon (mendo’akan) kecelakaan bagi mereka yakni kaum yang membunuh mereka (sahabatnya).” (Shahih Baihaqi)
عَنْ أَبِي رَافِعٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : صَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ بْنِ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ ، فَقَـنَتَ بَعْدَ الرُّكُوعِ وَرَفَعَ يَدَيْهِ ، وَجَهَرَ بِالدُّعَاءِ (البيهقي صحيح)
Dari Abi Rafi’ ra ia berkata: “Saya shalat di belakang Umar bin Khathab ra, kami qunut setelah ruku’, ia mengangkat kedua tangannya dan mengeraskan do’anya” (Shahih Baihaqi)
عن الْحَسَن بْن عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قال : عَلَّمَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَاتٍ أَقُولُهُنَّ فِي قُنُوتِ الْوِتْرِ : اللَّهُمَّ اهْدِنِي فِيمَنْ هَدَيْتَ ، وَعَافِنِي فِيمَنْ عَافَيْتَ ، وَتَوَلَّنِي فِيمَنْ تَوَلَّيْتَ ، وَبَارِكْ لِي فِيمَا أَعْطَيْتَ ، وَقِنِي شَرَّ مَا قَضَيْتَ ، فإِنَّكَ تَقْضِي وَلا يُقْضَى عَلَيْكَ، وَإِنَّهُ لا يَذِلُّ مَنْ وَالَيْتَ، وَلا يَعِزُّ مَنْ عَادَيْتَ ، تَبَارَكْتَ رَبَّنَا وَتَعَالَيْتَ و صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (أبو داود و الترمذي و الحاكم بإسناد صحيح)
Do’a qunut yang sempurna sesuai dengan riwayat al-Hasan bin Ali ra ia berkata: “Rasulallah saw mengajarkan aku do’a yang dibaca dalam qunut shalat witir:
“Ya Allah! Berilah aku petunjuk sebagaimana orang yg telah Engkau beri petunjuk berilah aku perlindungan sebagaimana orang yg telah Engkau lindungi sayangilah aku sebagaimana orang yang telah Engkau sayangi. Berilah berkah apa yg Engkau berikan kepadaku jauhkan aku dari kejelekan apa yg Engkau takdirkan sesungguhnya Engkau yg menjatuhkan qadha dan tidak ada orang yg memberikan hukuman kepadaMu. Sesungguhnya orang yg Engkau bela tidak akan terhina dan orang yg Engkau musuhi tidak akan mulia. Maha Suci Engkau wahai Tuhan kami dan Maha Tinggi Engkau. Allah memberi shalat dan salam atas Nabi” (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Hakim dengan sanad shahih)
14. Mendahulukan kedua lutut kemudian kedua tangan, hidung, dan kening jika hendak sujud.
عَنْ وَائِلٍ ابْنِ حِجْر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ : رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ إِذَا سَجَدَ وَضَعَ رُكْبَتَيْهِ قَبْلَ يَدَيْهِ (حسن أبو داود و الترمذي و النسائي)
Dari Wail bin Hijr ra, ia berkata: “Saya melihat Nabi saw sujud, ia meletakan kedua lututnya sebelum kedua tangannya” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, an-Nasai’)
15. Iftirasy yaitu duduk diatas tumit kaki pada setiap duduk setelah sujud dan pada tasyahud awal kecuali pada tasyahud akhir maka disunahkan duduk tawarruk yaitu memasukan kaki kiri ke kaki kanan dengan posisi di atas paha.
عَنْ أَبِي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيِّ قال: …. حَتَّى إذَا كَانَتْ الرَّكْعَةُ الَّتِي تَنْقَضِي فِيهَا صَلَاتُهُ، أَخَّرَ رِجْلَهُ الْيُسْرَى، وَقَعَدَ عَلَى شِقِّهِ مُتَوَرِّكًا ثُمَّ سَلَّمَ، قَالُوا: صَدَقْت، هَكَذَا صَلَّى رَسُولُ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح أبو داود و الترمذي و أخرجه البخاري مختصر)
Sesuai dengan hadits panjang dari Abu Humaid as-Saa’idi tersebut di atas: “dan ketika beliau duduk (tahiyyat) yang terdapat salam, beliau merubah posisi kaki kiri dan duduk secara tawaruk (duduk dengan posisi kaki kiri masuk ke kaki kanan).” Setelah itu sepuluh sahabat tersebut berkata; “Benar kamu, demikianlah Rasulullah saw melaksanakan shalat (HR. Abu Dawud, at-Tirmdzi, Bukhari)
16. Do’a ketika duduk antara dua sujud.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ السَجْدَتَيْنِ رَبّ اغْفِرْ لِي وارْحَمْنِي واجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَارْزُقْنِي وَاهْدِني‏ (أبو داود و الترمذي و الحاكم بإسناد جيد)
Sesuai dengan yang diajarkan Nabi saw dalam haditsnya yang diriwayatkan dari Ibnu Umar ra, ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw berdo’a antara dua sujud: “Rabbighfirli warhamni wajburni warfa’ni warzuqni wahdini wa’afini”
“Ya Allah, ampunilah dosaku, berilah rahmat kepadaku, cukupkanlah aku, angkatlah derajatku, berilah aku rezeki, tunjukkanlah aku (ke jalan yang benar), selamatkan aku (sehat afiyah)” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, al-Hakim, dengan sanad jayyid)
17. Duduk istirahat yaitu duduk sebentar setelah bangun dari sujud yang kedua dalam raka’at pertama dan raka’at ketiga.
عَنْ مَالِكٍ بْنِ الحُوَيْرِثِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ إذَا كَانَ فِي الرَكْعَةِ الْأُولَى وَالثَّالِثَةُ لَمْ يَنْهَضْ حَتَّى يَسْتَوِيَ قَاعِدًا (رواه البخاري)
Dari Malik bin al-Huwairist ra ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw (setelah bangun dari sujud) pada raka’at pertama dan ketiga, beliau tidak langsung berdiri kecuali duduk sempurna (sembentar)” (HR Bukhari)
18. Membaca shalawat kepada Nabi saw dengan bacaan yang sempurna (shalawat Ibrahimiyyah) pada tasyahhud akhir:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ وبَارِكْ عَلَى سيدنا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ سيدنا مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى سيدنا إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ سيدنا إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Artinya: Ya Allah, berilah shalawat atas Sayyidina Muhammad dan atas keluarganya. Sebagaimana Engkau telah beri shalawat atas Sayyidina Ibrahim dan atas keluarga sayyidina Ibrahim. Berkatilah atas sayyidina Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana Engkau berkahi atas sayyidina Ibrahim dan atas keluarga sayyidina Ibrahim di dalam alam ini. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung
عَنْ كَعْب بْنُ عُجْرَةَ فَقَالَ : خَرَجَ عَلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقُلْنَا : قَدْ عَرَفْنَا كَيْفَ نُسَلِّمُ عَلَيْكَ فَكَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ قُولُوا : اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ  (رواه مسلم)
Dari Ka’ab bin ‘Urjah ra, ia berkata: “Telah keluar Rasulullah saw kepada kami dan kami berkata: Wahai Rasulullah saw kami telah tahu bagaimana memberi salam kepada kamu, maka bagaimana cara berselawat? Sabda Rasulullah saw “Katakanlah
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ اَللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ إِنَّكَ حَمِيْدُ مَجِيْدٌ
Ya Allah, berilah shalawat atas Muhammad. Sebagaimana Engkau telah beri shalawat Ibrahim Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung. Berkatilah atas Muhammad sebagaimana Engkau berkahi atas Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung (HR Muslim)
عن أَبُي حُمَيْدٍ السَّاعِدِيُّ ، أَنَّهُمْ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللَّهِ ، كَيْفَ نُصَلِّي عَلَيْكَ ؟ قَالَ : قُولُوا ” اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ ” (رواه الشيخان)
Dari Abi Humaid as-Sa’idi ra sesungguhnya mereka berkata: “Wahai Rasulullah, bagaimanakah kami berselawat kepada kamu? Beliau menjawab: “Katakanlah:
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ ، وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى أَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ ، كَمَا بَارَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ ، إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ
Ya Allah, berikanlah shalawat kepada Muhammad, isteri-isterinya, dan zuriatnya sebagaimana Engkau memberikan shalawat kepada keluarga Ibrahim, dan berkatilah Muhammad, isteri-isterinya, dan zuriatnya sebagaimana Engkau memberkati keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Maha Agung (HR Bukhari Muslim)
19. Membaca do’a setelah tasyahud akhir sebelum salam
عَنْ عَلِيّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقُوْلُ بَيْنَ التَشَهُّدِ وَ التَسْلِيْمِ : اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ، وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ، وَمَا أَسْرَفْتُ، وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّي، أَنْتَ المُقَدِّمُ، وَأَنْتَ المُؤَخِّرُ، لا إلَهَ إلَّا أَنْتَ (رواه مسلم)
Dari Ali bin Abi Thalib ra ia berkata: “Sesungguhnya Rasulallah saw membaca doa antara tasyahhud dan salam:
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِيْ مَا قَدَّمْتُ وَمَا أَخَّرْتُ  وَمَا أَسْرَرْتُ وَمَا أَعْلَنْتُ  وَمَا أَسْرَفْتُ وَمَا أَنْتَ أَعْلَمُ بِهِ مِنِّيْ  أَنْتَ الْمُقَدِّمُ وَأَنْتَ الْمُؤَخِّرُ  لاَ إِلَـهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah! Ampunilah aku akan (dosaku) yang aku lewatkan dan yang aku akhirkan, apa yang aku rahasiakan dan yang kutampakkan, yang aku lakukan secara berlebihan, serta apa yang Engkau lebih mengetahui dari pada aku, Engkau yang mendahulukan dan mengakhirkan, tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Engkau. (HR Muslim)
عن أَبَا هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: ” إِذَا فَرَغَ أَحَدُكُمْ مِنَ التَّشَهُّدِ الأَخِيرِ , فَلْيَتَعَوَّذْ بِاللَّهِ مِنْ أَرْبَعٍ , عَذَابِ جَهَنَّمَ , وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ , وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ , وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra ia berkata: :Sesungguhnya Rasulallah saw bersabda: Jika seseorang selesai dari membaca tasyahud akhir maka mintalah perlindungan dari 4 perlindungan dari: siksa neraka Jahanam, siksaan kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal (HR Bukhari Muslim)
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَعُوْذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ، وَمِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ، وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ، وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيْحِ الدَّجَّالِ
Artinya: “Ya Allah, Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari siksaan kubur, siksa neraka Jahanam, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari kejahatan fitnah Almasih Dajjal”
عَنْ أَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ قَالَ لِرَسُولِ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم : عَلِّمْنِي دُعَاءً أَدْعُو بِهِ فِي صَلاتِي . قَالَ : قُلْ : اللَّهُمَّ إنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْماً كَثِيرَاً ، وَلا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إلاَّ أَنْتَ ، فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي , إنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ  (رواه الشيخان)
Dari Abu Bakar as-Shiddiq ra, ia berkata kepada Rasulallah saw: “Ajarkanlah do’a yang aku baca dalam shalatku. Rasulallah saw bersabda, ucapkanlah:
اَللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا  وَلَا يَغْفِرُ اَلذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ  فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ  وَارْحَمْنِي  إِنَّكَ أَنْتَ اَلْغَفُورُ اَلرَّحِيمُ
Ya Allah sesungguhnya aku telah menganiaya diriku sendiri dan tidak ada yang mengampuni dosa kecuali Engkau maka ampunilah aku dengan ampunan dari sisi-Mu dan kasihanilah diriku sesungguhnya Engkaulah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).” (HR Bukhari Muslim).
20- Memberi salam dengan memalingkan kepalanya ke kiri dan kanan
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يُسَلِّمُ عَنْ يَمِينِهِ وَعَنْ شِمَالِهِ حَتَّى يُرَى بَيَاضُ خَدِّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ (حسن صحيح أبو داود والترمذي)
Dari Abdullah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw memberi salam ke kiri dan ke kanan sehingga terlihat pipi beliau yang putih ”Assalamu ’alaikum warahmatullh, assalamu ’alikum wa rahmatallah” (HR Abu Dawud, at-Tirmidzi, hadist hasan shahih)
21. Membaca takbir (Allahu Akbar) pada setiap perpindahan antara rukun
عن أَبَي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ : كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا قَامَ إِلَى الصَّلاةِ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ ثُمَّ يَقُولُ : ” سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ ” حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنَ الرَّكْعَةِ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ : ” رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ” ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَهْوِي سَاجِدًا ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَسْجُدُ ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْفَعُ رَأْسَهُ ثُمَّ يَفْعَلُ ذَلِكَ فِي الصَّلاةِ كُلِّهَا حَتَّى يَقْضِيَهَا (رواه الشيخان)
Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: sesungguhnya Rasulallah saw di waktu shalat ia bertakbir (Allahu Akbar) ketika berdiri begitu pula ia bertakbir ketika ruku’, dan membaca “Sami’allahu liman hamidah” ketika mengangkat pinggangnya dari ruku’, dan membaca “Rabbana wa lakal hadu” kemudian bertakbir “Allahu Akbar” ketika sujud begitu pula ketika mengangkat kepalanya dari sujud. Kedudian bertakbir ketika sujud dan bertakbir ketika mengangkat kepalanya dari sujud. Demikianlah beliau lakukan dalam shalat seluruhnya sehingga selesai” (HR Bukhari Muslim)
22. Melakukan setiap shalat dengan semangat dan mengosongkan hati dari segala kesibukan, begitu pula melakukannya dengan punuh khusyu’ yaitu tidak menghadirkan didalam hati kecuali sesuatu yang ada didalam shalat, dengan sakinah, thuma’ninah, dan tadbbur yaitu menghayati semua bacaan shalat baik bacaan al-Qur’an atau bacaan dzikir dan do’a karena hal itu dapat menyempurnakan kekhusyuan dalam shalat.
Allah berfirman:
قَدْ أَفْلَحَ الْمُؤْمِنُونَ ﴿١﴾ الَّذِينَ هُمْ فِي صَلاَتِهِمْ خَاشِعُونَ ﴿٢﴾- المؤمنون 
Artinya: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam salatnya,” (Qs Al-Mu’minun ayat: 1-2)
عَنْ عُقْبَةَ بِنْ عَامِر رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ النَبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ وَسَلَّمَ قَالَ: : مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَتَوَضَّأُ فَيُحْسِنُ الْوُضُوءَ ثُمَّ يَقُومُ فَيَرْكَعُ رَكْعَتَيْنِ يُقْبِلُ عَلَيْهِمَا بِقَلْبِهِ وَوَجْهِهِ إِلَّا وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ (رواه مسلم)
Dari Uqbah bin Amir ra, Rasulullah saw bersabda,”Tidaklah seorang muslim berwudhu lalu membaguskan wudhunya kemudian berdiri melakukan shalat dua raka’at dengan ketundukan hati dan wajahnya kecuali wajib baginya surga.” (HR. Muslim)
23. Mengarahkan pandangan ke tempat sujud sepanjang shalat karena hal itu dapat mendekatkan diri kepada kekhusyuan dalam shalat

Selasa, 16 Mei 2017

Perkara yang Membatalkan Shalat

Di antara hal-hal yang membatalkan shalat sebagaimana yang telah dijabarkan oleh para fuqaha adalah sebagai berikut :



1. Berbicara Dengan Sengaja



Berbicara dengan sengaja yang dimaksud disini bukanlah berupa bacaan bacaan dalam AlQuran, dzikir atau pun do’a. Akan tetapi merupakan pembicaraan yang sering dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-harinya. Hal ini sesuai dengan hadits Rasulullah saw. yang di riwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim (Muttafaqun ‘Alaih) berikut:



عن زيد بن ارقم رضي الله عنه, قال: كنا نتكلم فى الصلاة, يتكلم أحدنا اخاه فى حاجته, حنى نزل فقول الله تعالى: (حافظوا على الصلوات و الصلاة الوسطى و قوموا لله قانتين) فأمرنا نالسكوت





ِArtinya:

“Dari Zaid bin Al-Arqam ra berkata,”Dahulu kami bercakap-capak pada saat shalat. Seseorang ngobrol dengan temannya di dalam shalat. Yang lain berbicara dengan yang disampingnya. Hingga turunlah firman Allah SWT “Peliharalah semua shalat, dan shalat wusthaa . Berdirilah untuk Allah dengan khusyu”. Maka kami diperintahkan untuk diam dan dilarang berbicara dalam shalat”. (HR. Jamaah kecuali Ibnu Majah).



Perkataan yang keluar disaat shalat, baik itu satu kata ataupun hanya satu huruf akan membatalkan shalat jika dilakukan dengan sengaja. Berbeda bila seseorang melakukannya tanpa sadar alias tidak disengaja, ataupun melakukannya tanpa tahu hukumnya maka syari’ memberikan keringanan bagi orang yang melakukannya (berbicara dalam shalat), selama perkataan atau atau pun kata yang disebutkan masih dalam kategori sedikit. Dalam satu riwayat dikatakan tidak lebih dari 6 kata.



2. Makan dan Minum



Makan dan minum adalah salah satu perbuatan yang dapat membatalkan shalat. Apabila seseorang makan atau pun minum ketika melaksanakan shalat dengan sengaja, maka shalatnya batal. Hal ini disebabkan karena akan menghilangkan kemulian dalam shalat. perbuatan makan dan minum dalam shalat ini, baik sedikit ataupun banyak selama dilakukan dengan sengaja tetap akan membatalkan shalatnya.

Adapun jika perbuatan makan dan minum dalam shalat ini dilakukan tanpa disengaja, maka disyaratkan dalam hal tersebut tidak lebih dari kadar humsah الحمصة (tidak bisa dibakar ataupun di masak kembali), yaitu kadar/batasan yang menjadi kebiasaan dalam kehidupan. Maka shalatnya tidak batal. Dan apabila di dalam mulut seseorang ada sisa gula atau sesuatu yang bisa mencair atau pun meleleh ketika melaksanakan shalat, maka jika ia menelannya akan membatalkan shalatnya.



3. Banyak Gerakan dan Terus Menerus



Yang dimaksud adalah gerakan yang banyak dan berulang-ulang terus dan bukan merupakan gerakan yang terdapat dalam shalat. Mazhab Imam Syafi’i memberikan batasan sampai tiga kali gerakan berturut-turut sehingga seseorang batal dari shalatnya.

Namun bukan berarti setiap ada gerakan langsung membatalkan shalat. Sebab dahulu Rasulullah SAW pernah shalat sambil menggendong anak (cucunya).

Rasulullah SAW shalat sambil mengendong Umamah, anak perempuan dari anak perempuannya. Bila beliau SAW sujud, anak itu diletakkannya dan bila berdiri digendongnya lagi”. (HR. Bukhari dan Muslim)

Bahkan beliau SAW memerintah orang yang sedang shalat untuk membunuh ular dan kalajengking (al-aswadain). Dan beliau juga pernah melepas sandalnya sambil shalat. Kesemuanya gerakan itu tidak termasuk yang membatalkan shalat.



4. Membelakangi atau Tidak Menghadap Kiblat



Bila seseorang shalat dengan membelakangi kiblat dengan sengaja, atau di dalam shalatnya melakukan gerakan hingga badannya bergeser arah hingga membelakangi kiblat , maka shalatnya itu batal dengan sendirinya.

Hal ini ditandai dengan bergesernya arah dada orang yang sedang shalat itu, menurut kalangan Ulama Syafi’iyah dan Ulama Hanafiyah. Sedangkan menurut Ulama Mazhab Malikiyah, bergesernya seseorang dari menghadap kiblat ditandai oleh posisi kakinya. Sedangkan menurut Mazhab Hanabilah, ditentukan dari seluruh tubuhnya.

Kecuali pada shalat sunnah, dimana menghadap kiblat tidak menjadi syarat shalat. Rasulullah SAW pernah melakukannya di atas kendaraan dan menghadap kemana pun kendaraannya itu mengarah.



Namun yang dilakukan hanyalah shalat sunnah, adapun shalat wajib belum pernah diriwayatkan bahwa beliau pernah melakukannya. Sehingga sebagian ulama tidak membenarkan shalat wajib di atas kendaraan yang arahnya tidak menghadap kiblat. Namun, dalam kondisi darurat, tidak menghadap kiblat dibolehkan, selama yang bersangkutan sudah berusaha semaksimal mungkin untuk tetap menghadap kiblat, misal orang yang habis operasi berat dan tidak mungkin menggeser-geser tempat tidurnya atau orang yang berada dalam bus umum yang perjalanannya tidak mengarah ke arah kiblat, sementara sopirnya tidak toleran terhadap orang-orang yang mau shalat. Maka jika mungkin, di waktu takbiratul ihram, tetap menghadap kiblat, tapi jika tidak mungkin (misalnya karena menghadap kiblat berarti menghadap ke sandaran kursi), maka dibolehkan menghadap sesuai arah bus. Namun, jika bisa mengusahakan bus berhenti di waktu shalat, maka ini adalah yang terbaik.



5. Terbuka Aurat Secara Sengaja



Bila seseorang yang sedang melakukan shalat tiba-tiba terbuka auratnya secara sengaja, maka shalatnya otomatis menjadi batal. Baik dilakukan dalam waktu yang singkat ataupun terbuka dalam waktu yang lama. Namun jika auratnya terbuka tanda disengaja dan bukan dalam waktu yang lama, maksudnya hanya terbuka sekilas dan langsung ditutup lagi, para Ulama dari mazhab Syafi’iyah dan Ulama Hanabilah mengatakan tidak batal.

Namun Ulama Mazhab Malikiyah mengatakan secepat apapun ditutupnya, kalau sempat terbuka, maka shalat itu sudah batal dengan sendirinya.

Namun perlu diperhatikan bahwa yang dijadikan sandaran dalam masalah terlihat aurat dalam hal ini adalah bila dilihat dari samping, atau depan atau belakang. Bukan dilihat dari arah bawah seseorang. Sebab bisa saja bila secara sengaja diintip dari arah bawah, seseorang akan terlihat auratnya. Namun hal ini tidak berlaku.



6. Mengalami Hadats Kecil atau Besar



Bila seseorang mengalami hadats besar atau kecil, maka batal pula shalatnya. Baik terjadi tanpa sengaja atau secara sadar.

Namun harus dibedakan dengan orang yang merasa ragu-ragu dalam berhadats. Para ulama mengatakan bahwa rasa ragu tidak lah membatalkan shalat. Shalat itu baru batal apabila memang ada kepastian telah mendapat hadats.



7. Tersentuh Najis baik pada Badan, Pakaian atau Tempat Shalat



Bila seseorang yang sedang shalat terkena benda najis, maka secara langsung shalatnya menjadi batal. Namun yang dijadikan patokan adalah bila najis itu tersentuh tubuhnya atau pakaiannya dan tidak segera ditepis/tampiknya najis tersebut maka batallah shalatnya tersebut. Adapun tempat shalat itu sendiri bila mengandung najis, namun tidak sampai tersentuh langsung dengan tubuh atau pakaian, shalatnya masih sah dan bisa diteruskan.

Demikian juga bila ada najis yang keluar dari tubuhnya hingga terkena tubuhnya, seperti mulut, hidung, telinga atau lainnya, maka shalatnya batal.

Namun bila kadar najisnya hanya sekedar najis yang dimaafkan, yaitu najis-najis kecil ukuran, maka hal itu tidak membatalkan shalat.



8. Tertawa



Orang yang tertawa dalam shalatnya, batallah shalatnya itu. Maksudnya adalah tertawa yang sampai mengeluarkan suara. Adapun bila sebatas tersenyum, belumlah sampai batal shalatnya.



9. Murtad, Mati, Gila atau Hilang Akal



Orang yang sedang melakukan shalat, lalu tiba-tiba murtad, maka batal shalatnya. Demikian juga bila mengalami kematian. Dan orang yang tiba-tiba menjadi gila dan hilang akal saat sedang shalat, maka shalatnya juga batal.



10. Berubah Niat



Seseorang yang sedang shalat, lalu tiba-tiba terbetik niat untuk tidak shalat di dalam hatinya, maka saat itu juga shalatnya telah batal. Sebab niatnya telah rusak, meski dia belum melakukan hal-hal yang membatalkan shalatnya.



11. Meninggalkan Salah Satu Rukun Shalat dengan sengaja



Apabila ada salah satu rukun shalat yang tidak dikerjakan dengan sengaja, maka shalat itu menjadi batal dengan sendirinya. Misalnya, seseorang tidak membaca surat Al-Fatihah lalu langsung ruku’, maka shalatnya menjadi batal. Namun jika lupa, dan ingat selama masih dalam shalat maka dia harus melakukan sujud syahwi sebelum salam, jika lupa pula untuk sujud syahwi, maka bisa dilakukan setelah salam.

Kecuali dalam kasus shalat berjamaah dimana memang sudah ditentukan bahwa imam menanggung bacaan fatihah makmum, sehingga seorang yang tertinggal takbiratul ihram dan mendapati imam sudah pada posisi rukuk, dibolehkan langsung ikut ruku’ bersama imam dan telah mendapatkan satu rakaat.

Demikian pula dalam shalat jahriyah (suara imam dikeraskan), dengan pendapat yang mengataka bahwa bacaan Al-Fatihah imam telah menjadi pengganti bacaan Al-Fatihah buat makmum, maka bila makmum tidak membacanya, tidak membatalkan shalat.



12. Mendahului Imam dalam Shalat Jama’ah



Bila seorang makmum melakukan gerakan mendahului gerakan imam, seperti bangun dari sujud lebih dulu dari imam, maka batal-lah shalatnya. Namun bila hal itu terjadi tanpa sengaja, maka tidak termasuk yang membatalkan shalat.

AS-Syafi’iyah mengatakan bahwa batasan batalnya shalat adalah bila mendahului imam sampai dua gerakan yang merupakan rukun dalam shalat. Hal yang sama juga berlaku bila tertinggal dua rukun dari gerakan imam.



13. Terdapatnya Air bagi Orang yang Shalatnya dengan Tayammum



Seseorang yang bertayammum sebelum shalat, lalu ketika shalat tiba-tiba terdapat air yang bisa dijangkaunya dan cukup untuk digunakan berwudhu’, maka shalatnya batal. Dia harus berwudhu’ saat itu dan mengulangi lagi shalatnya.



14. Berubah Niat



Niat adalah salah satu rukun dalam shalat, jika rukun tersebut tidak terpenuhi maka tidak sah shalatnya tersebut. Seseorang yang sedang melaksanakan shalat, kemudian dia berniat keluar dari shalatnya tersebut, atau ada sesuatu kejadian yang membuat (mushalli) keluar dari shalatnya, maka shalatnya tersebut akan menjadi batal dengan berubah niatnya tersebut, karena shalat harus dimulai dengan niat yang pasti.



15. Mengucapkan Salam Secara Sengaja



Bila seseorang mengucapkan salam secara sengaja dan sadar, maka shalatnya batal. Dasarnya adalah hadits Nabi SAW yang menyatakan bahwa salam adalah hal yang mengakhiri shalat. Kecuali lafadz salam di dalam bacaan shalat, seperti dalam bacaa tahiyat.

Wallahu subhânahu wa ta’âlâ a’lam.

Syarat sah solat

SYARAT-SYARAT SAHNYA SHALAT
Oleh
Syaikh Abdul Azhim bin Badawi al-Khalafi
Agar shalat menjadi sah, disyaratkan hal-hal berikut:
A. Mengetahui Masuknya Waktu
Berdasarkan firman Allah:
إِنَّ الصَّلَاةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَّوْقُوتًا
“… Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman.” [An-Nissa’: 103].
Tidak sah shalat yang dikerjakan sebelum masuknya waktu ataupun setelah keluarnya waktu kecuali ada halangan.
B. Suci dari Hadats Besar dan Kecil
Berdasarkan firman Allah:
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلَاةِ فَاغْسِلُوا وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى الْمَرَافِقِ وَامْسَحُوا بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى الْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَاطَّهَّرُوا
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki, dan jika kamu junub maka mandilah…” [Al-Maa-idah: 6].
Dan hadits Ibnu ‘Umar, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَقْبَلُ اللهُ صَلاَةً بِغَيْرِ طَهُوْرٍ.
“Allah tidak menerima shalat (yang dikerjakan) tanpa bersuci.” [1]
C. Kesucian Baju, Badan, dan Tempat yang Digunakan Untuk Shalat
Dalil bagi disyaratkannya kesucian baju adalah firman Allah:
وَثِيَابَكَ فَطَهِّرْ
“Dan Pakaianmu bersihkanlah.” [Al-Muddatstsir: 4].
Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
إِذَا جَاءَ أَحَدُكُمُ الْمَسْجِدَ، فَلْيُقَلِّبْ نَعْلَيْهِ، وَلِيَنْظُرْ فِيْهِمَا فَإِنْ رَأَى خَبَثًا، فَلْيَمْسَحْهُ بِاْلأَرْضِ ثُمَّ لِيُصَلِّ فِيْهِمَا.
“Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah ia membalik sandal dan melihatnya. Jika ia melihat najis, maka hendaklah ia menggosokkannya dengan tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.”[2]
Adapun dalil bagi disyaratkannya kesucian badan adalah sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Ali. Dia menanyai beliau tentang madzi dan berkata:
تَوَضَّأْ وَاغْسِلْ ذَكَرَكَ.
“Wudhu’ dan basuhlah kemaluanmu.” [3]
Beliau berkata pada wanita yang istihadhah:
اِغْسِلِيْ عَنْكِ الدَّمَ وَصَلِّيْ.
“Basuhlah darah itu darimu dan shalatlah.” [4]
Adapun dalil bagi sucinya tempat adalah sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada para Sahabatnya di saat seorang Badui kencing di dalam masjid:
أَرِيْقُوْا عَلى بَوْلِهِ سَجْلاً مِنْ مَاءٍ.
“Siramlah air kencingnya dengan air satu ember.” [5]
Catatan:
Barangsiapa telah shalat dan dia tidak tahu kalau dia terkena najis, maka shalatnya sah dan tidak wajib mengulang. Jika dia mengetahuinya ketika shalat, maka jika memungkinkan untuk menghilangkannya -seperti di sandal, atau pakaian yang lebih dari untuk menutup aurat- maka dia harus melepaskannya dan menyempurnakan shalatnya. Jika tidak memungkinkan untuk itu, maka dia tetap melanjutkan shalatnya dan tidak wajib mengulang.
Berdasarkan hadits Abu Sa’id: “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah shalat lalu melepaskan kedua sandalnya. Maka orang-orang pun turut melepas sandal-sandal mereka. Ketika selesai, beliau membalikkan badan dan berkata, ‘Kenapa kalian melepas sandal kalian?’ Mereka menjawab, ‘Kami melihat Anda melepasnya, maka kami pun melepasnya.’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya Jibril datang kepadaku dan mengatakan bahwa pada kedua sandalku terdapat najis. Jika salah seorang di antara kalian mendatangi masjid, maka hendaklah membalik sandalnya dan melihatnya. Jika dia melihat najis, hendaklah ia gosokkan ke tanah. Kemudian hendaklah ia shalat dengannya.’”[6]
D. Menutup Aurat
Berdasarkan firman Allah:
يَا بَنِي آدَمَ خُذُوا زِينَتَكُمْ عِندَ كُلِّ مَسْجِدٍ
“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid…” [Al-A’raaf: 31].
Yaitu, tutupilah aurat kalian. Karena mereka dulu thawaf di Baitullah dengan telanjang.
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan penutup kepala (jilbab).” [7]
Aurat laki-laki antara pusar dan lutut. Sebagaimana dalam hadits ‘Amr bin Syu’aib Radhiyallahu anhum, dari ayahnya, dari kakeknya, secara marfu’:
مَا بَيْنَ السُّرَّةِ وَالرُّكْبَةِ عَوْرَةٌ.
“Antara pusar dan lutut adalah aurat.” [8]
Dari Jarhad al-Aslami, ia berkata, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam lewat ketika aku mengenakan kain yang tersingkap hingga pahaku terlihat. Beliau bersabda:
غَطِّ فَخِذَكَ فَإِنَّ الْفَخِذَ عَوْرَةٌ.
“Tutuplah pahamu. Karena sesungguhnya paha adalah aurat.” [9]
Sedangkan bagi wanita, maka seluruh tubuhnya adalah aurat kecuali wajah dan kedua telapak tangannya dalam shalat.
Berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
الْمَرْأَةُ عَوْرَةٌ.
“Wanita adalah aurat.” [10]
Juga sabda beliau:
لاَ يَقْبَلُ الله صَلاَةَ حَائِضٍ إِلاَّ بِحِمَارٍ.
“Allah tidak menerima shalat wanita yang sudah pernah haidh (baligh) kecuali dengan mengenakan kain penutup.” [11]
E. Menghadap ke Kiblat
Berdasarkan firman Allah Ta’ala:
فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ ۚ وَحَيْثُ مَا كُنتُمْ فَوَلُّوا وُجُوهَكُمْ شَطْرَهُ
“… maka palingkanlah wajahmu ke Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya…” [Al-Baqarah: 150].
Juga sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap orang yang buruk dalam shalatnya:
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلاَةِ فَأَسْبِعِ الْوُضُوْءَ ثُمَّ اسْتَقْبِلِ الْقِبْلَةَ.
“Jika engkau hendak shalat, maka berwudhu’lah dengan sempurna. Kemudian menghadaplah ke Kiblat…” [12]
Boleh (shalat) dengan tidak menghadap ke Kiblat ketika dalam keadaan takut yang sangat dan ketika shalat sunnat di atas kendaraan sewaktu dalam perjalanan.
Allah berfirman:
فَإِنْ خِفْتُمْ فَرِجَالًا أَوْ رُكْبَانًا
“Jika kamu dalam keadaan takut (bahaya), maka shalatlah sambil berjalan atau berkendaraan…” [Al-Baqarah: 239].
Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma berkata, “Menghadap ke Kiblat atau tidak menghadap ke sana.”
Nafi’ berkata, “Menurutku, tidaklah Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma menyebutkan hal itu melainkan dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” [13]
Dari Ibnu ‘Umar Radhiyallahu anhuma, ia berkata, “Dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam shalat di atas kendaraannya menghadap ke arah mana saja dan shalat Witir di atasnya. Namun, beliau tidak shalat wajib di atasnya.” [14]
Catatan:
Barangsiapa berusaha mencari arah Kiblat lalu ia shalat menghadap ke arah yang disangka olehnya sebagai arah Kiblat, namun ternyata salah, maka dia tidak wajib mengulang.
Dari ‘Amir bin Rabi’ah Radhiyallahu anhu, ia berkata, “Kami pernah bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan di suatu malam yang gelap dan kami tidak mengetahui arah Kiblat. Lalu tiap-tiap orang dari kami shalat menurut arahnya masing-masing. Ketika tiba waktu pagi, kami ceritakan hal itu pada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lalu turunlah ayat:
فَأَيْنَمَا تُوَلُّوا فَثَمَّ وَجْهُ اللَّهِ
“… maka ke manapun kamu menghadap di situlah wajah Allah…” [Al-Baqarah: 115].”[15]
F. Niat
Hendaklah orang yang ingin shalat meniatkan dan menentukan shalat yang hendak ia kerjakan dengan hatinya, misalnya seperti (meniatkan) shalat Zhuhur, ‘Ashar, atau shalat sunnahnya [16]. Tidak disyari’atkan mengucapkannya karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah mengucapkannya. Jika Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri untuk shalat, beliau mengucapan, “Allaahu Akbar,” dan tidak mengucapkan apa pun sebelumnya. Sebelumnya beliau tidak melafazhkan niat sama sekali, dan tidak pula mengucapkan, “Aku shalat untuk Allah, shalat ini, menghadap Kiblat, empat raka’at, sebagai imam atau makmum.” Tidak juga mengucapkan, “Tunai atau qadha’…”
Ini semua adalah bid’ah. Tidak seorang pun meriwayatkannya dengan sanad shahih atau dha’if, musnad atau pun mursal. Tidak satu lafazh pun. Tidak dari salah seorang Sahabat beliau, dan tidak pula dianggap baik oleh Tabi’in, ataupun Imam yang empat. [17]
[Disalin dari kitab Al-Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil Aziiz, Penulis Syaikh Abdul Azhim bin Badawai al-Khalafi, Edisi Indonesia Panduan Fiqih Lengkap, Penerjemah Team Tashfiyah LIPIA – Jakarta, Penerbit Pustaka Ibnu Katsir, Cetakan Pertama Ramadhan 1428 – September 2007M]
_______
Footnote
[1]. Telah disebutkan takhrijnya.
[2]. Telah disebutkan takhrijnya.
[3]. Telah disebutkan takhrijnya.
[4]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/42, dan 428 no. 331)], Shahiih Muslim (I/261 no. 333), Sunan at-Tirmidzi (I/82 no. 125), Sunan Ibni Majah (I/203 no. 621), Sunan an-Nasa-i (I/184).
[5]. Telah disebutkan takhrijnya.
[6]. Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/353 no. 636).
[7]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 534)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/345 no. 627), Sunan at-Tirmidzi (I/234 no. 375) dan Sunan Ibni Majah (I/215 no. 655).
[8]. Hasan: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 271)], diriwayatkan oleh ad-Daraquthni, Ahmad, dan Abu Dawud.
[9]. Shahih lighairihi: [Irwaa’ul Ghaliil (no. 269)], Sunan at-Tirmidzi (IV/197 no. 2948), Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (XI/52 no. 3995), lihat perkataan Ibnul Qayyim t tentang masalah ini dalam Tahdziibus Sunan (XVII/6).
[10]. Shahih: [Shahiih al-Jaami’ush Shaghiir (no. 6690)] dan Sunan at-Tirmidzi (II/ 319 no. 1183).
[11]. Shahih: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 534)], Sunan Abi Dawud (‘Aunul Ma’buud) (II/345 no. 627), Sunan at-Tirmidzi (I/234 no. 375) dan Sunan Ibni Majah (I/ 215 no. 655).
[12]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (XI/36 no. 6251)], Shahiih Muslim (I/298 no. 397).
[13]. Shahih: [Muwaththa’ al-Imam Malik (126/442)], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (VIII/199 no. 4535).
[14]. Muttafaq ‘alaihi: [Shahiih Muslim (I/487 no. 700 (69))], Shahiih al-Bukhari (Fat-hul Baari) (I/575 no. 1098), secara mu’allaq.
[15]. Hasan: [Shahiih Sunan Ibni Majah (no. 835)], Sunan at-Tirmidzi (I/216 no. 343), Sunan Ibni Majah (I/326 no. 1020), dengan lafazh serupa, begitu pula pada al-Baihaqi (II/11).
[16]. Talkhiish Shifat ash-Shalaah, karya Syaikh al-Albani, hal. 12.
[17]. Zaadul Ma’aad (I/51).

Rukun Sholat

Rukun-rukun shalat terdiri dari 13 rukun yang wajib anda ketahui :
  1. Berdiri bagi yang mampu
  2. Takbiiratul-Ihraam,
  3. Membaca Al-Fatihah pada setiap rakaatnya,
  4. Ruku’,
  5. I’tidal setelah ruku’,
  6. Sujud dengan anggota tubuh yang tujuh sebanyak dua kali dengan tuma’ninah,
  7. Duduk di antara dua sujud,
  8. Thuma’ninah (Tenang) dalam semua amalan,
  9. Tertib rukun-rukunnya,
  10. Tasyahhud Akhir,
  11. Duduk untuk Tahiyyat Akhir,
  12. Shalawat untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
  13. Salam dua kali.
Penjelasan tenatang Rukun Shalat diatas dilihat dari firman Allah dan Hadist.
1. Berdiri tegak
Berdiri tegak pada saat shalat fardhu untuk orang yang mampu, Dalilnya terdapat pada firman Allah ‘azza wa jalla QS:Al-Baqarah:238,
Al-Baqarah238
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada HR. Al-Bukhary,
“Shalatlah dengan berdiri…”
2. Takbiiratul-ihraam,
Takbiiratul-ihraam ialah mengucapan: ‘Allahu Akbar’, tidak boleh dengan ucapan atau kata lain.
Takbiiratul-ihraam
3. Membaca Al-Fatihah
Membaca Al-Fatihah merupakan rukun pada setiap raka’at, sebagaimana yang tercantum dalam hadits Muttafaqun ‘alaih,
al fatihah
4. Ruku’
5. I’tidal atau Berdiri tegak setelah ruku’
6. Sujud dengan tujuh anggota tubuh
7. Duduk di antara dua sujud
membahas Duduk di antara dua sujud terdapat Dalil dari rukun ini ialah firman Allah ‘azza wa jalla QS: Al-Hajj:77,
Duduk di antara dua sujud
8. Thuma’ninah dalam semua amalan shalat
9. Tertib urutan untuk tiap rukun yang dikerjakan
Dalil rukun-rukun ini adalah hadits musii` (orang yang salah shalatnya),
rukuk hadist
10. Tasyahhud Akhir
Tasyahhud akhir termasuk dalam urutan rukun shalat sesuai hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata,
“Tadinya, sebelum diwajibkan tasyahhud atas kami, kami mengucapkan: ‘Assalaamu ‘alallaahi min ‘ibaadih, assalaamu ‘alaa Jibriil wa Miikaa`iil (Keselamatan atas Allah ‘azza wa jalla dari para hamba-Nya dan keselamatan atas Jibril ‘alaihis salam dan Mikail ‘alaihis salam)’, maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
Tasyahhud Akhir
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan hadits keseluruhannya. Lafazh tasyahhud bisa dilihat dalam kitab-kitab yang membahas tentang shalat seperti kitab Shifatu Shalaatin Nabiy, karya Asy-Syaikh Al-Albaniy dan kitab yang lainnya.
11. Duduk Tasyahhud Akhir
Membahas tentang Duduk Tasyahhud Akhir, Sesuai sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam oleh (Muttafaqun ‘alaih),
tasyahud akhir
12. Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Sebagaimana dalam sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Shalawat atas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
13. Dua Kali Salam
Sesuai sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang dua kali salam,
dua kali salam
Itulah tadi pembahasan mengenai rukun shalat, setelah anda membaca artikel dari kami semoga anda akan lebih mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan ketika mengerjakan ibadah sholat agar lebih khusuk dan sholat diterima pahalanya.

Bacaan Niat Sholat Fardhu Sebagai Imam

Bacaan Niat Sholat Fardhu Sebagai Imam

اُصَلّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً إِمَامًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOL MAGHRIBI TSALAATSA RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN IMAAMAN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Maghrib tiga raka’at menghadap kiblat sebagai Imam karena Allah Ta’ala

Bacaan Niat Sholat Fardhu Berjamaah Sebagai Makmum

Bacaan Niat Sholat Fardhu Berjamaah Sebagai Makmum

Ketika Ana sholat berjama’ah sebagai ma’mum, maka bacaan lafadz niat sholatnya adalah sebagai berikut :
اُصَلّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً مَأْمُوْمًا ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOL MAGHRIBI TSALAATSA RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN MA’MUUMAN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Maghrib tiga raka’at menghadap kiblat sebagai ma’mum karena Allah Ta’ala

Niat Shalat Subuh

Shalat Subuh: Jumlah Raka’at &Bacaan Niat Shalat Shubuh

Shalat subuh merupakan shalat yang jumlah raka’atnya paling sedikit yaitu hanya ada 2 (dua) raka’at dalam shalat subuh, dengan mengeraskan bacaannya dikedua raka’at tersebut dan duduk tasyahhud satu kali pada raka’at terakhir. Adapun niat shalat shubuh arab, latin dan artinya adalah sebagai berikut:
اُصَلّى فَرْضَ الصُّبْحِ رَكْعَتَيْنِ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOSH SHUBHI ROK’ATAINI MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Shubuh dua raka’at menghadap kiblat karena Allah Ta’ala

Niat Shalat Isya

Shalat Isya: Jumlah Raka’at & Bacaan Niat Shalat ‘Isya

Sama seperti shalat dzuhur dan asyar, yakni jumlah raka’atnya ada 4 namun berbeda bacaannya. Jika dalam shalat dzuhur dan asyar memelankan bacaannya, maka pada shalat isya harus mengeraskan bacaannya pada kedua raka’at yang pertama dan memelankan bacaannya pada kedua raka’at yang lain (dua raka’at terakhir), serta duduk tasyahud dua kali disetiap dua rakaat. Untuk bacaan niat shalat isya 4 raka’atadalah sebagai berikut lengkap dengan lafadz bahasa arab, latin dan artinya:
اُصَلّى فَرْضَ الْعِشَاءِ اَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOL ‘ISYAA’I ARBA’A RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu ‘Isya empat raka’at menghadap kiblat karena Allah Ta’ala

Niat Shalat Maghrib

Shalat Maghrib: Jumlah Raka’at & Bacaan Niat Shalat Maghrib

Ada 3 (tiga) raka’at dalam shalat maghrib, dengan mengeraskan bacaannya pada dua raka’at yang pertama dan memelankan bacaannya pada raka’at ke tiga atau raka’at terakhir, serta duduk tasyahud pada raka’at yang kedua dan ketiga. Dan berikut adalah lafadz niat shalat maghrib lengkap bahasa arab, latin dan artinya:
اُصَلّى فَرْضَ الْمَغْرِبِ ثَلاَثَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOL MAGHRIBI TSALAATSA RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Maghrib tiga raka’at menghadap kiblat karena Allah Ta'ala

Niat Sholat Ashar

Shalat Ashar : Jumlah Rakaat & Bacaan Niat Shalat ‘Ashar

Jumlah rakaat shalat asyar sama seperti shalat dzuhur yakni 4 (empat) rakaat, dengan memelankan bacaannya dan dengan duduk tasyahhud dua kali duduk tasyahhud. Berikut adalah lafadz niat shalat asyar 4 rakaat dalam bahasa arab, latin lengkap artinya:
اُصَلّى فَرْضَ الْعَصْرِاَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHOL ‘ASHRI ARBA’A RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu ‘Ashar empat raka’at menghadap kiblat karena Allah Ta’ala

Niat Sholat Dzuhur

Shalat Zhuhur: Jumlah Rakaat & Bacaan Niat Shalat Dzuhur

Shalat dzhuhur adalah shalat yang dilaksanakan pada saat tergelincirnya matahari. Adapun jumlah rakaat shalat zhuhur adalah 4 (empat) rakaat, dengan memelankan bacaannya dan dengan duduk tasyahhud dua kali duduk tasyahhud. Dan berikut adalah bacaan niat shalat dzuhur 4 rakaat bahasa arab, latin dan artinya lengkap.
اُصَلّى فَرْضَ الظُّهْرِاَرْبَعَ رَكَعَاتٍ مُسْتَقْبِلَ الْقِبْلَةِ اَدَاءً ِللهِ تَعَالَى
USHOLLII FARDHODL DHUHRI ARBA’A RAKA’AATIM MUSTAQBILAL QIBLATI ADAA-AN LILLAAHI TA’AALA.
Artinya :
Aku berniat shalat fardu Dhuhur empat raka’at menghadap kiblat karena Allah Ta’ala

Bacaan Niat Berwudhu

Bacaan Doa Niat Wudhu 

Bacaan doa niat wudhu dalam bahasa arab:
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu
Bacaan doa niat wudhu dalam bahasa latin: 
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu
Bacaan doa niat wudhu dalam bahasa Indonesia/terjemahannya:
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu

Bacaan Doa Sesudah Wudhu/Doa Setelah Wudhu

Bacaan doa sesudah wudhu/setelah wudhu dalam bahasa arab: 
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu
Bacaan doa sesudah wudhu/setelah wudhu dalam bahasa latin: 
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu
Bacaan doa sesudah wudhu/setelah wudhu dalam bahasa indonesia:
Bacaan Doa Wudhu & Doa Sesudah Wudhu
Bacaan do'a sebelum wudhu اللهم اغفر لى ذنبى ووسع لى فى دارى وبارك لى فى رزقى "Allahummagfirlii dzambii wawasi'lii fii darii wabariklii fii rizqii" "Ya Allah, ampunilah dosaku, lapangkanlah rumahku dan berkahilah rejekiku" ** Mencuci / membasuh kedua telapak tangan tiga kali sambil membaca basmalah. ** بِسْمِ اللهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحِيْمِ ** Membersihkan mulut dan lubang hidung, masing-masing sebanyak tiga kali. ** Membasuh muka tiga kali sambil membaca do'a niat wudhu. Bacaan do'a niat wudhu نويت الوضوء لرفع الحدث الأصغر فرضا لله تعالى "Nawaitul wudhuu-a liraf'il hadatsil asghari fardhan lillaahi ta'ala" "Saya niat berwudhu untuk menghilangkan hadats kecil fardu karena Allah semata"

Cheap Offers: http://bit.ly/gadgets_cheap

Do'a Sesudah Wudhu

Do'a Sesudah Wudhu :

اَشْهَدُ اَنْ لَااِلٰهَ اِلَّااللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهٗ وَاَشْهَدُاَنَّ مُحَمَّدًاعَبْدُهٗ وَرَسُوْلُهٗ، اَللّٰهُمَّ اجْعَلْنِيْ مِنَ التَّوَّابِيْنَ، وَاجْعَلْنِيْ مِنَ الْمُتَطَهِّرِيْنَ، وَجْعَلْنَيْ مِنَ عِبَادِكَ الصَّالِحِيْنَ سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وَبِحَمْدِكَ اشْهَدُاَنْ لَااِلٰهَ اِلَّاَنْتَ اَسْتَغْفِرُكَ وَاَتُوْبُ اِلَيْكَ
"Aku bersaksi tiada Tuhan melainkan Allah yang Tunggal, tiada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya. Ya Allah jadikanlah aku orang yang ahli taubat, dan jadikanlah aku orang yang suci dan jadikanlah aku dari golongan hamba-hamba-Mu yang shaleh."

Tata Cara Berwudhu

Tata Cara Berwudhu

  • Apabila seorang muslim mau berwudhu maka hendaknya ia berniat di dalam hatinya kemudian membaca "Bismillahirrahmanirrahim" sebab Rasulullah SAW bersabda "Tidak sah wudhu orang yg tidak menyebut nama Allah" . Dan apabila ia lupa maka tidaklah mengapa. Jika hanya mengucapkan "Bismillah" saja maka dianggap cukup.
  • Kemudian disunnahkan mencuci kedua telapak tangannya sebanyak tiga kali sebelum memulai wudhu.
  • Kemudian berkumur-kumur.
  • Lalu menghirup air dgn hidung lalu mengeluarkannya.
  • Disunnahkan ketika menghirup air di lakukan dgn kuat kecuali jika dalam keadaan berpuasa maka ia tidak mengeraskannya krn dikhawatirkan air masuk ke dalam tenggorokan. Rasulullah bersabda "Keraskanlah di dalam menghirup air dgn hidung kecuali jika kamu sedang berpuasa."
  • Lalu mencuci muka. Batas muka adl dari batas tumbuhnya rambut kepala bagian atas sampai dagu dan mulai dari batas telinga kanan hingga telinga kiri. Dan jika rambut yg ada pada muka tipis maka wajib dicuci hingga pada kulit dasarnya. Tetapi jika tebal maka wajib mencuci bagian atasnya saja namun disunnahkan mencelah-celahi rambut yg tebal tersebut. Karena Rasulullah selalu mencelah-celahi jenggotnya di saat berwudhu.
  • Kemudian mencuci kedua tangan sampai siku krn Allah berfirman "dan kedua tanganmu hingga siku."
  • Kemudian mengusap kepala beserta kedua telinga satu kali dimulai dari bagian depan kepala lalu diusapkan ke belakang kepala lalu mengembalikannya ke depan kepala. Setelah itu langsung mengusap kedua telinga dgn air yg tersisa pada tangannya.
  • Lalu mencuci kedua kaki sampai kedua mata kaki krn Allah berfirman "dan kedua kakimu hingga dua mata kaki." . Yang dimaksud mata kaki adl benjolan yg ada di sebelah bawah betis. Kedua mata kaki tersebut wajib dicuci berbarengan dgn kaki. Orang yg tangan atau kakinya terpotong maka ia mencuci bagian yg tersisa yg wajib dicuci. Dan apabila tangan atau kakinya itu terpotong semua maka cukup mencuci bagian ujungnya saja.
  • Ketika berwudhu wajib mencuci anggota-anggota wudhunya secara berurutan tidak menunda pencucian salah satunya hingga yg sebelumnya kering. Hal ini berdasar hadits yg diriwayatkan Ibn Umar Zaid bin Sabit dan Abu Hurairah bahwa Nabi senantiasa berwudu secara berurutan kemudian beliau bersabda "Inilah cara berwudu di mana Allah tidak akan menerima shalat seseorang kecuali dgn wudu seperti ini."
  • Boleh mengelap anggota-anggota wudhu seusai berwudhu.

Implementasi Trilogi Nusa Putra

 Assalamu'alaikum Wr. Wb. Haiii... perkenalkan nama saya Raida Namira Aulia, salah satu mahasiswi program studi Pendidikan Guru Sekolah ...